Tuesday, March 28, 2006

Sebuah Catatan



Sebagai warga Indonesia yang baik dan tabah, saya menghormati UUD Pasal 28 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat baik lisan ataupun tulisan, di jamin oleh Undang undang”.

Saya memegah teguh peraturan itu, meskipun berada di belahan dunia yang jauh.

Sebetulnya, dalam hati pasal tersebut amat bertentangan denganku saat ini, Ketika kudapati para tetamu berdatangan, sewaktu mereka berkumpul mengeluarkan pikiran lisan, hingga melupakan waktu dan barang bawaan. Betapa ingin kububarkan serikat itu. Barangkali pasal tersebut di buat cukup tergesa gesa sehingga kian hari makin kelihatan tidak relavan dalam pengamalanku.

Sabtu lalu, seorang batita ( bawah tiga tahun) di giring oleh tetangga sebelah rumah kembali ke markas kami yang seluas empat ribu meter ini. Tak habis pikir juga diriku kenapa ada orang tua ( baca : datang berpasangan, membawa dua anak laki laki ) memerdekakan anak di bawah umur mengambil keputusan sendiri. Untunglah tidak terjadi insiden apa apa. Ini tentang di bungsu.

Kenakalan yang di sebar si sulung ( belum genap lima tahun ) juga cukup membuat takjub sang pemilik tempat. Dari membuka tutup kulkas, bolak balik cuci tangan, berjingkrak di atas kap mobil, merobek kardus, ah…banyak..terlalu banyak, terlalu panjang daftar di sebutkan.


Sementara kedua orang tua terus asyik berkumpul, yang lelaki memegang segelas anggur merah, berdiri anggun bersosialisasi tanpa melirik kiri kanan, yang perempuan duduk di meja, sebungkus rokok dan sebotol bier manjadi teman cumbu, entah ceceran pikiran apa yang di bagikan ke para tamu. Begitu riang dan gembira. Kutangkap pula ada banyak gelak pecah serentak.


Malampun tiba, belum ada tanda tanda barisan bubar jalan, mendengar suara si bungsu menanggis meraung raung di sekap dalam kamar tanpa cahaya. Terdorong rasa iba, saya berinisiaf menuntaskan makan lebih cepat dan menjaganya. Namun saya telah mengambil reflek yang salah, lebih dari tiga jam, tak sekalipun si ayahbunda datang menjenguk. Pelajaran yg ku petik, itulah cara orang tua sini meninabobokan si kecil.

*******

Terkenang senandung samar bunda, wibawa suara ayah menghantar donggeng dan belai sayang jemari mereka menghantar kami bersaudara ke peraduan. Hingga nasehat dan petuah yang ditularkan itu, menempa kami menjadi anak anak manis, dimanapun kami berpijak.

Sambil terus membujuk si kecil, yang kehabisan tenaga jerit, agar terlelap dipangkuanku, ku hela napas panjang, ku hempas segenap beban, kupanjatkan kidung pujian. Aneh, hatiku tersayat, sesaat kemudian, saya mulai menanggis..

Sunday, March 26, 2006

Mimosa Berbenah


Suhu berangsur naik, siang kehilangan ramah. Di bawah teduh Mimosa dan langkah langkah kecil, saya adalah kepak helai daun mengayun di putik bunga. Mencoba mengimbangi goncangan angin yang meraup seluruh kisi kisi batang pada kalender pertama musim semi.

Detik terakhir berhasil dikokohkan tadi malam bahwa hari ini telah usai rangkaian kebekuan. Pertanda apabila fajar menyingsing, saya harus lebih siap menantang hari. Karena matahari, sang semburat cahaya, datang menjemput lebih awal dan pulang lebih senja.

Sekelebat illusi dalam bayang mengangah ketika langkah terantuk. Saya menumpang renung, pada sepi senja, berbagai pelajaran terus kupetik, lelah punggung memanggul beban.

Beberapa misteri kutinggalkan dalam kubangan tanya.
Sebagian diantaranya adalah tentang bagaimana bersikap,
tentang makna menjadi dewasa, atau menyikapi hidup lebih bijaksana. Adakah sang waktu akan menggilas ingat, atau mengantar ledak sebagai jawab penantian.

Saya hanya punya tekad hati berbenah diri, seperti ikrar Mimosa pada musim semi. Biar kurekat saja kesepakatan, menjilidnya dalam buku ruang. Kutepis selimut ragu, kubungkam jerit kalbu, memintal ulang semangat, mematrinya menjadi pigura.

Tergiang jelas pesan bunda, agar bagaimanapun berat juang medan rintang, janganlah memperluas perkara, jaga kepekaan hati, pun semestinya bathin tidak goyah bersenandung, dan terus menjadi penabur damai…

Tuesday, March 21, 2006

Pengantin Cilik



Terusik juga diriku malam itu, di tengah pesta pernikahan yang tengah berlangsung, beberapa bocah perempuan asyik berembuk, bersenda gurau, membentuk kelompok sendiri, entah bisik bisik apa yang berhembus. Sesekali tertawa lepas, cekikikan, atau memasang mimik serius, membuka kuping dengan seksama, apabila salah satu dari mereka mulai berkisah.


Sembari menilik tingkah itu, pikiranku terus melayang layang, ke sebuah masa tak kala diriku seumur mereka. Perantara memoriku giat bekerja, meng sortir bulir bulir data berpuluh tahun silam. Sebuah file lalu muncul di layar pikiran, sebagian lagi berdebu diam di keranjang awang awang. Betapapun sudah sekian lama, saya belum jua mengosongkannya.

Berbekal memori berkapasitas letih, meremanglah bernostalgia di kala itu, di saat acap kali saya berpartisipasi menjadi pengapit pengantin. Sanak famili dan tetangga dekat pernah memakai jasaku. Di era itu, bisa dianggap satu prestasi, mengingat diantara teman atau saudaraku yang antusias, kami seakan saling berlomba, menjadi pengantin cilik yang paling jelita.

Masih kuingat jelas, saat di belikan sepatu baru, di dandani dengan cantik, di foto foto. Tugasku berjalan pelan di depan pengantin, membawa keranjang kecil berenda bunga, diperlengkap potongan kertas warna warni, duduk semobil dan ikut serta berkeliling. Ketika pulang kerumah, masih pula membawa amplop merah sebagai buah dari hasil kerja.

Ah..masa masa indah yang masih menghangat...meski putaran waktu terus melaju.

*****

Seorang gadis cilik dari kelompok itu menghampiriku, mengajak bergabung. Dalam sekejab saja telah terjadi pertukaran tanya jawab diantara kita. Dahaga yang muncul dari bibir bibir mungil itu bukan sekedar cuap biasa. Ada nada cerdas membungkus cela katup fantasi si haus berita. Saling bersilang lidah, mencacah lebih banyak irama, mempertajam semarak riuh gelak, melebihi gaduh tarian si empunya pesta.

Malam kian rapat, rembulan bertengger mematut hitam pekat bianglala, kerlap kerlip sekawanan rasi berbaris tak beraturan, memberi sedikit pelita dini sebelum fajar mulai berkuasa, bersama gugusan itu, kuhirup seluruh pijar….

Monday, March 20, 2006

Promosi

Memperkenalkan sekali lagi dengan tergesa gesa, DVD terbaru Gipsykings, bertitel :



Kami di sini ( saya , Catherine dan beberapa teman ) baru saja menontonnya di pandu langsung Sang Bintang.





Dilanjutkan makan pizza di dekat perapian. Belum ada kejelasan akan selesai jam berapa bincang bincang kita.

Saya pamit sejenak mempublish berita ini, dan kembali turun bergabung...

Sunday, March 19, 2006

Alkisah Seorang Nona dan Sepuluh Perintah

Menurut petunjuk mbah dukun di Taiwan, supaya nona ini bisa memperlancar jodoh, maka di perintahkanlah dirinya mencari kelemahan atawa kejelekkan dari salah satu teman mayanya. Dan setelah di sortir dengan seksama, terpilihlah secara aklamasi namaku. Serta merta sepuluh perintah nona ini membuatku tidak mampu memejamkan mata dan segera saja saya menemukan kelemahanku yang pertama. Yaitu SUSAH TIDUR.

Berhubung kemarin ada hajatan pernikahan di tempat ini, saya berkenan ikut memperlancar urusan ke dapur, saat sedang membantu mengupas bawang bombay, maka sadarlah diriku akan kelemahanku yang kedua yaitu GAMPANG MENANGIS. Tiba tiba saja seember air mata telah membilas bawang yang sedang saya kupas, terutama juga karena saya merasa sangat kehilangan atas raibnya Jeng Nina dari dunia perblogan, apapun alasanmu Jeng Nina, percayalah, kita semua merindukan kehadiranmu kembali, semoga ini hanyalah rehat sesaat.

Yang duduk di hadapanku bersama mengupas bawang adalah Madame Annick, darinya sayapun bertanya, apakah setelah sekian lama kami saling mengenal, beliau mau memberi rekomendasi atas kejelekkan sifatku. Setelah berpikir sejenak beliau mengumumkan hasil analisanya, " kamu terlalu polos", ujarnya. Ohohoho…ternyata TERLALU POLOS juga merupakan titik kelemahan seseorang, dan saya anggap saja menemukan hal ketiga.

Pada Monsieur Paul Jaque, sang koki, kembali kulontarkan pertanyaan yang sama, dengan sigap ia berkomentar, "kamu senang belajar hal hal baru". Terus, apa hubungannya dengan pertanyaanku, dan di jawab lagi, untuk menjawab keingintahuanmu, kamu jadi sulit membagi waktu. Ah..rasanya tepat sekali argumentasi beliau, contohnya hari ini, karena ingin lebih tahu bagaimana menangani suatu pesta yang sakral, saya ikut nimbrung, mengorbankan waktu istirahatku yang juga sempit itu. Jadi kuanggap TIDAK MAMPU MEMBAGI WAKTU dan TERLALU MEMAKSAKAN DIRI merupakan dua dari sepuluh kekurangan yang di minta.

Untuk mendapatkan petunjuk berikutnya, saya coba menghubungi Madame Catherine, sahabat terbaik dan tempat saya menuangkan segala uneg uneg, meskipun lingkar usia kami terbilang jauh. Setelah berbasa basi dan akhirnya spontan juga beliau menyebut kata SANGAT PERASA, demi melengkapi sebuah kekuranganku. Dan saya menyadari, memang saya mudah iba bila menyaksikan atau mendengar hal hal yang kurang lazim meskipun saya belum tahu pasti kebenaran akan fakta tersebut. Konyolnya dulu seorang temanku batal mengajak saya nonton bareng film Gost, alasannya malu ketika keluar dari bioskop saya seperti habis dianiya…..

Di samping Catherine, kebetulan ada Canut Reyes di situ, beliaupun berkenan memberi salah satu masukan atas kekurangan diri saya, yaitu TIDAK PANDAI BERNYANYI.. Olala…maestro..terang aja…bagaimana saya mampu berolah vokal bila tandingan di depanku adalah seorang Gipsy king dengan tembang lawas Bamboleo, Jobi Joba, Volare, Montagne..dsbnya…dsbnya…yang mencetak sukses ke seantoro dunia. Ada ada saja.

Sukar juga rasanya mencari kekurangan dalam diri sendiri, tengah asyik asyiknya saya melamun, saya jadi ingat bahwa MELAMUN bukanlah sifat yang baik, oleh sebab itu saya mengkatagorikannya sebagai point yang ke delapan.

Karena suhu masih tergolong dingin, dan hari hari belakangan ini malah di tambah hujan, jari jemariku serasa beku, saya berniat mengambil sarung tangan, saat membuka lemari, sadarlah saya, betapa borosnya diriku. Pantes sudah setahun lebih di sini, celengannya masih nyaring. Teringat karena sibuk belakangan ini, jadi lupa memperpanjang deposito euro million yang sudah jatuh tempo, maka pupuslah harapanku menjadi milyader pekan ini. Oleh karenanya, sifat BOROS dan PELUPA, saya jadikan point sembilan dan pamungkas.

Dan perjuangan mencari kekurangan diri saya, telah sampailah kepada saat yang berbahagia, dengan selamat santosa mengantarkan diri saya ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur……buat Beverly yang menghadiahkan saya pekerjaan ini, harapanku setelah di publish tulisan ini , jodohmu menjadi lancar, hubungan dengan sambal botol tak terhalang.

Ada canda yang saya selipkan, apabila Beverly kurang berkenan, sekiranya jangan ikutin jejak Jeng Nina…for Jeng Nina…We miss you dear…please, come back.. saya berikrar akan selalu membubuhkan kata kata manis di blog mu andai engkau kembali satu ketika. Sekali lagi....kami semua menunggumu...kembalilah Jeng Nina...

Wednesday, March 15, 2006

Angkasa Lazuardi


Perancis Selatan menurutku adalah daerah berparas ayu berselimut hangat mentari , diperindah suguhan asri tertajuk alam, di seling bukit bebatuan, di apit berkeliling akar pohon anggur yang masih tertidur musim ini, rerimbun pasukan cemara berkawan kastil tua menyatu, membentuk apresiasi bagai sebuah harmonisasi dalam musik gamelan. Gemuruh angin kencang yang acap kali keterlaluan menyapunya, malah menjadikan tempat ini memiliki satu gairah tersendiri.





Angkasa Perancis Selatan, memiliki nuansa warna nilakandi atau lebih akrab di sebut langit lazuardi ( Un Ciel d’azur), warna kebiruan nan pekat, memayungi barisan batu cadas yang berjejer anggun di kiri kanan seluas mata memandang, seolah menghadirkan irama akustik, menciptakan elegi, mengajak kesunyian bangkit berbisik, mengatur nada nada, kemudian menari bahkan berdansa, barangkali begitulah definisi janji desir angin kepada bisu pepohonan, di siang hari ini, dari balik kaca jendala bola mataku sayu berpendar, mobil yang kutumpangi terus membelah jalan, sementara diriku tertawan dalam rindu satu ketika di langit Jakarta.




Laksana sebuah anjangsana berpagar semesta, atas nama rasa kagum dan jiwa yang bergelora, kudedikasikan tulisan ini bagi atap bumi yang mengilhami naluriku berbincang, denyut jantung terus berpacu, dalam hati diam diam nelangsa, luruh dibuai asa, dan sirnalah segenap keangkuhan.

Monday, March 13, 2006

Teater

Sabtu kemarin tempat ini kembali mengusung teater sebagai salah satu topik hiburan.
Tiga hari berturut turut sebelumnya saya melihat para pemerannya berlatih keras. Teriakkan vokal a,e,i,o,u mewarnai awal pemanasan mereka, dari nada minor pindah ke mayor dan terus melengking, di iringin pula jampi jampi tak jelas ala negeri antah berantah, abacadafagaja, iniikanasinpunyasiapa, elokateapaajeterserah, guepikirmakannasimentah, kodokkatakadalkataktakterima, elobakuhantamguemalahbersorak., barangkali begitulah bunyi mantra mereka sebagai ajian serat jiwa pamungkas mandraguna.

Dari adengan marah, berlutut, meringgis, menanggis, tertawa, bersiul, tidur, semua lengkapi dengan interprestasi yang luar biasa, membuat kaca jendela bergetar kena imbasnya, pejalan kaki yang kebetulan melintas berhenti sejenak karenanya, kucing yang sedang berpatroli kabur dibuatnya, acara tebar tebar pesona diriku di blogpun jadi tertunda efeknya.



Saya salut dengan semangat juang mereka, meskipun ini hanya sebuah pra pementasan yang bersifat kalangan terbatas, dengan dua setting cerita tahun 1894 (La Peur Des Coups) dan 1903 (La Paix Chez Soi ), karya penulis besar Perancis kelahiran Tours, Georges Courteline, mereka mampu membius penonton dan mementaskannya dengan sangat sempurna. Selama mereka membangun dialog yang kebanyakkan hanya koma itu, para hadirin pun terpingkal pingkal dibuai kata kata monolog yang sudah terkena sentuhan moderenisasi itu.


Cerita La Peur Des Coups atau dalam terjemahan bebas kedalam bahasa Indonesia berarti "takut ditonjok". Kisah diawali dengan sepasang suami istri yang pulang menghadiri pesta, sang suami terus menerus mengumbar rasa cemburu, karena isterinya asyik berbincang bincang dengan beberapa pria sepanjang pesta, malah pria yang terakhir sempat menyelipkan kartu nama. Konflik ini di ramu penuh humor disertai beberapa potongan iklan versi Perancis yang lagi ngetop saat ini.

Cerita kedua La Paix Chez Soi, yang berarti kedamaian di rumah, bercerita tentang seorang pria jurnalis yang mendambakan hidup tenang di rumah, tetapi terhalang oleh sang isteri, yang gemar berfoya foya dan pintar mencari akal bagaimana mendapatkan seluruh gaji suami dengan berbagai dalih. Akhirnya ketenangan yang di damba tak kunjung tiba. Dua cerita tersebut mengacu kepada objek bagaimana wanita selalu mampu menjadi pemenang yang hakiki.


Pementasan di mulai tepat jam delapan, di selingi acara gala dinner dan berakhir tepat tengah malam, kemudian para tamu itu sibuk ber hai hai ria ala Perancis, yang tadinya sudah angkat tas dan perabotan bersiap siap hengkang, gak taunya molor hingga pukul dua dini hari…

Stop Press

Note : Ce message destiné à Catherine et Canut. Merci pour le DVD.

Sudah beredar !!!!

Memperkenalkan dengan sukarela, tanpa tekanan, tanpa diminta, DVD terbaru Gipsykings, Terra Gitano - Live In Concern.

Ayoo..yang belum tahu betapa dahsyat aksi panggung mereka, segera beli sekarang juga.



Ps :
Berhubung Sisca di kasih satu , diantar langsung oleh Sang gitaris dan pujaannya,habis itu pake traktir makan segala, maka promosi inipun bersifat cuma cuma.

Clik juga http://www.gipsykings.com/disco.html untuk lagu lagu gipsykings lainnya.

Sunday, March 12, 2006

Pesona Agung Bunga Abricot

Senja hampir turun ketika saya dalam perjalanan pulang merumput , beberapa agenda kunjungan berhasil kurampungkan, yang menyebabkan diriku absen sementara bersirahturami di dunia maya ( maafkan ya…sobat sobit )

Namun ada yang saya bawa untuk di bagi bagikan…ya..saya membawa satu lagi maha karya Tuhan yang sangat sempurna. Saya membawa surga keindahan pesona agung bunga abricot.




Perancis selatan adalah separuh dari paru paru dunia, begitulah saya mengartikannya, tempat sayur, buah dan bunga tak lelah datang di setiap musim, tempat yang sarat akan gandum dan beras, lokasinya begitu luas untuk area bercocok tanam, di candai cukup sinar mesra mentari, membuat daerah selatan mampu berfotosintesa dengan sempurna, posisi yang menguntungkan bagi para pemilik perkebunan untuk memetik hasil.

Matahari telah kembali bersinar lebih terik, membuatku bisa memilih busana yang agak simple, menanggalkan mantal berat, namun bukan berarti dingin telah berlalu, saya tetap harus menutup seluruh tubuh dengan rapat.







Saya terpana dalam panorama sebelum malam datang menghapus, di kebun seluas beberapa hektar yang seolah tak berujung, disinilah bunga bunga Abricot tumbuh menebar pesona, menandai akan segera berakhir hari hari dingin, lautan bunga bunga putih menyambutku melepas penat, tanpa penjaga, tanpa pagar, ini bukan donggeng masa kecil sebelum tidur yang di hembuskan kedua orangtuaku demi menjawab berbagai illusiku mengenai dimana letak nirwana dan kembang apa yang ada di sana, ini sekeping keajaiban yang kuanggap adalah rupa surga, kelu terasa lidah, sekejab tak mampu bibirku bergerak, sejenak kubiarkan diri terhanyut, sejenak kubuai angan anganku dalam batas fatamorgana, alangkah agung karya ilalhi, alangkah mempesona lukisan semesta, alangkah tidak berartinya sorotan senja murung dikala itu, segalanya telah tersapu oleh tampilan keelokanmu.

Tuesday, March 07, 2006

Janji Mimosa

Maka dengan kelebihan dan keunikan serta sifat sifat baik yang tumbuh dari Mimosa, aku berharap, semoga akupun cukup kuat bertahan dan terus berjalan, melewati musim demi musim sampai akhirnya menebar wangi ketika waktunya harus kembali.
Kutipan dari postinganku tanggal 4 December 2005 : Mengapa Mimosa.







Sudah beberapa waktu,saya terus mengamati pohon mimosa di depan pekarangan rumah ini, saya menaruh rasa khawatir, mungkinkah dengan kondisi alam yang tidak ramah, mimosa akan hadir seperti tahun lalu, seperti ketika pertama kali saya jatuh cinta memandangnya ??

Setiap pagi saat terbangun, ketika memandang keluar jendela, ketika keluar pintu, ketika pulang dari tugas, ketika saya sempat dan sadar, saya terus memastikan kalo kuncup kuncup kuning itu yang tadinya hanya berupa biji biji kecil akan terus membesar dan membesar hingga akhirnya mekar mewangi.




Mimosa adalah pohon yang rindang, keluarga putri malu ini hanya melambai lambai bila angin nakal selatan datang bergurau, batangnya tetap kokoh, daunnya tidak rontok dengan kecepatan angin mistral yang terkadang mencapai seratus kilometer per jam selama berhari hari, tumbuhnya terus merimbum, menghalau sinar matahari dari arah timur di pagi hari, memberi kesejukkan di siang saat bias mentari bertengger tepat diatas kepala. Melukis jingga langit sore dengan seluit yang anggun di pelataran. Daunnya hijau segar, merupakan oksigen mujarab berdampak nyaman bagi mata.



Tetapi janji mimosa adalah janji yang pasti, perlahan lahan, sehari demi sehari, saya terus melihat mimosaku kembali, hijau daunnya rela memberi tempat kepada kuncup kuning agar bisa merekah dengan indah , nanti selama kurang lebih dua bulan ke depan, mimosa akan memberi pemandangan dan harum tersendiri di tempat ini. Wangi semerbaknya menebar ke sekeliling kala angin berhembus , wangi yang lembut , wangi yang damai, wangi yang hanya samar samar, wangi yang menentramkan .

Dan inilah senandung mimosa, senandung biduk biduk kerinduan seorang pengembara di tanah rantau, senandung parau, senandung duka, senandung rasa, senandung lirih, senandung lelah, senandung bisu, senandung penghibur, senandung yang akan terus bergelora meskipun tidak mudah dipahami, bahkan oleh dirinya sendiri.

Monday, March 06, 2006

Mistral

Saya hanya bisa meringkuk di bawah selimut, sudah dari pagi tidak berdaya , rencana yang saya susun, supaya bisa menghabiskan minggu ini dengan manis ternyata berakhir berantakan.

Pagi masih menyisakan dingin seperti biasanya, tetapi hari ini diiringi desir angin yang bertiup kencang, angin ini adalah ingin yang jauh dari sopan santun, yang hanya beredar di Selatan Perancis, namanya MISTRAL, berhembus setiap detik tanpa lelah, kadang berhari hari, bahkan tahun lalu, selama tiga minggu berturut turut, menyapu semua sudut kota dan jalanan, membuat para penduduk enggan bepergian, bahkan merekapun menyayangkan peristiwa alam ini, merekapun mengeluh meskipun mereka adalah warga yang lahir disini,yang dari sananya sudah dibekali bulu bulu lebat di kaki tangan sebagai penangkal.

Bisa saya bayangkan apa yang ada di depanku ketika membuka pintu, dedaunan kering ataupun hijau , akan terdorong masuk ke ruangan. Sore itu saya mengintip dari balik jendala…ahh.. taman yang baru di pangkas itu…kembali semberawut, bunga bunga yang kemarin masih indah, telah tiada, yang tertinggal hanya tangkai tangkai melambai tak berdaya

Dan saya juga mendapat berita bahwa di beberapa tempat tidak jauh dari sini, terjadi badai salju, seorang temanku di GAP ,dengan nelangsa mengirim MMS kepadaku memperlihatkan salju setinggi seratus lima puluh centimeter, inilah yang menyebabkan suhu berubah lebih dingin meskipun dengan matahari yang terik. Ini karena keseimbangan alam yang mulai berubah seiring ganasnya badai di berbagai belahan dunia. Spring yang tadinya sudah menggapai pelupuk mata, pergi entah kemana.

Kembali ingatanku menghangat ke tanah air, tempat di mana saya tumbuh dan dewasa, dimana matahari bersinar wajar, tempat yang mudah saya jelajahi…

Tapi sekarang saya ada di sini, dibalutan selimut yang hanya memberi sedikit rasa hangat, yang akan segera sirna begitu saya mencoba bangun ,ada tetesan hangat turun menyentuh pipi, aaachh…mengapa saya harus menangis…………

Arles adalah sebuah kota kecil paling hangat di Selatan, tempat saya bergumul mencari jati diri, yang kadang kusesali, karena ada kalanya suhu kota kecil ini sering tidak bersahabat..

Thursday, March 02, 2006

Sepenggal drama di usia muda

Dan dari mulutmu terus meluncur kata kata itu….
Aku tak dapat melupakanmu, aku ingin kita tetap bersama, kembalilah, sepenuh harap cinta ada di sini, menunggu engkau kembali .

Engkau dan aku, sama sama pengkhayal, mengkhayal akan indahnya satu saat di sebuah pondok penuh bunga, menghabiskan waktu sepanjang sejarah, menyambut pagi dengan balutan embun dan kicau kenari. Terus kitapun mulai berandai andai, mengira bahwa kehidupan menjanjikan apa saja yang kita inginkan dalam perumpamaan.

Andai samudera adalah debur ombak malam hari, maka aku akan menjemputmu ditepian.
Andai rembulan adalah luas lingkaran, maka aku akan berada di garis batas memagarimu
Andai semesta adalah ruas jalan raya, akan kubiarkan seluruh pintu rumah terbuka hanya untukmu
Andai hutan rimba adalah istana bagimu, akan ku tebas semua pepohonan,juga mengusir semua satwa .

Dan masih banyak pengandaian tak masuk akal yang kita buat bersama saat itu, kala seragam putih abu abu masih menjadi atribut kita.

Waktu cepat berlalu, kita telah melangkah keluar gerbang., namun drama yang kita pentaskan bersama di usia itu, terbawa terus hingga sekarang.

Wednesday, March 01, 2006

Coretan sederhana buat sahabat kecilku





Selamat malam untukkmu juga
wahai gadis manis berambut pirang
Sayup kecil suaramu tadi
Terus membiusku

Hanya sebuah ucapan
Sebagai tanda sayang
Sebelum engkau pamit pulang
Menuju peraduan
Dalam dekap cinta
Kedua orangtuamu



Teruslah berdendang,
Nikmati usia dinimu
Sebelum senja beranjak

Sungguh layak dan pantas
Malaikat kecil sepertimu
Tersenyum manis dan gembira