Sunday, July 30, 2006

Tahun Ajaran Baru

Anakku, setiap tahun ajaran baru tiba, inilah saatnya engkau merayakan ulang tahun....

Masih terekam hangat, bagaimana kamu melewati masa balitamu. Di usia dini, engkau telah menjadi batita berprestasi. Umur dua setengah tahun, mampu mengambar pohon natal, mewarnai dan memenangkan kompetisi untuk kanak di gereja. Berbekal ruang imajinasimu, berhasil menyisihkan beberapa peserta yang lebih tua. Ibu ingat, kamu begitu gembira menenteng pulang hadiah dari panitia berupa sebuah tropi, sekantong bingkisan berisi alat gambar, permen, biskuit dan susu kotak.

Segudang kegembiraan telah kamu hantarkan kepada kami. Ibu ingat, sebelum terlena setiap malam, ketika kamu baru saja belajar berbicara. Dengan tiada bosan ibu memberimu hafalan. Hafalan seperti Sila Pancasila dan beberapa tokoh pembangunan di era orde baru, juga beberapa nama presiden yang kala itu memimpin dunia, telah kamu kuasai dengan baik di usia yang tergolong sangat muda.

Bermodal itulah, engkau telah menjadi selebritis cilik. Kakek, nenek, juga adik adik papa, yang kemudian engkau sapa sebagai om dan tante. Mereka berebut mengajakmu berpromosi keliling. Setiap akhir pekan ibu harus kehilanganmu, karena mendapat giliran diajak jalan bersama kekasih mereka. Satu persatu dari mereka akhirnya melangsungkan pernikahan, dan engkaulah bidadari munggil yang berdiri sebagai penabur bunga bersama seorang sepupu sebaya.

Terlalu banyak cerita indah yang hadir di benak ibu saat ini, ketika ibu memberanikan diri mengucapkan selamat ulang tahun padamu setelah perpisahan kita. Sungguhpun ibu tau engkau pasti sangat terluka, tapi apa yang terjadi ?

Sama sekali engkau tidak pernah menyalahkan konflik yang terjadi diantara orangtuamu. Engkau tetap bijak, membanjiri ibu dengan celoteh belia, mewartakan kabar kekonyolan kelompok belajarmu, dan yang membuat ibu semakin haru, engkau termasuk diantara siswa berprestasi yang kerap menjuarai beberapa lomba berskala nasional.

Bukan berarti engkau tak pernah gagal sebelumnya, banyaknya kegiatan diluar kurikulum seperti teater, modeling, pencinta alam dan Osis, membuatmu harus mengulang di kelas dua. Tetapi semua guru dan temanmu berpendapat, itu bukan berarti kamu tidak mampu.
Sering kamu meninggalkan kelas bersosialisasi, membuatmu tertinggal dalam pelajaran. Dulu ibu pernah memberimu opini, tetapi engkau berkeras memilih jurusan IPA, karena memiliki nilai yang cukup kesana.

Setahun tertinggal, telah memudahkan langkahmu dalam berbagai hal, tau membagi waktu antara belajar dan berorganisasi. Kemarin ibu dengar nilai nilaimu hampir mendekati angka sempurna.

Anakku, tetaplah menjadi penerang, bawalah segenap warta kedamaian dan kegembiraan, jangan karena kendala orang tua, menjadikan dirimu redup berusaha. Ingatlah bahwa langkah yang kamu lakukan hari ini, menentukan jalan hidupmu di kemudian hari. Jagalah juga kecantikan rupamu, jadilah seorang putri dengan pikiran bersih, sekuntum teratai yang tumbuh di telaga, meskipun berada dalam kubungan tetap menjadi bunga yang indah. Semoga semangat hidup dan cara berpikirmu menular kepada teman teman seusiamu yang bermasalah karena orang tua mereka, supaya mereka juga memilih jalan yang baik seperti yang telah engkau kobarkan. Selamat Ulang Tahun.

Yang selalu mencintai,
Ibu

Dipersembahkan buat adik adik yang harus menggulang kelas , semoga tetap semangat.
Dan teruntuk Citra, terima kasih atas illustrasi ini.

**************************************************

Sunday, July 23, 2006

Perdu wangi

Telah kulewati penggulangan tahun disini. Dalam pengamatan yang tegolong dini, saya mendapati banyak mekar bunga berkembang setahun sekali. Dari awal musim semi hingga penghabisan musim panas. Beragam puspa menyihir mata, lahir dari alam mempercantik semesta. Selepas mata memandang di pojok pojok pekarangan rumah, pastilah ditemukan berbagai perdu dan semak membagi faedah.

Salah satu dari perdu berkhasiat itu bernama Lavender, sejenis rerumputan dari keluarga mint yang banyak tumbuh liar di pinggiran Perancis Selatan. Tumbuhan berbunga ungu kebiruan, berbatang lidi, dan memiliki aroma semerbak ini konon tidak disukai serangga seperti nyamuk. Tak jarang dijumpai banyak produk anti nyamuk memakai label sari bunga lavender sebagai penglaris.

Bunga lavender dapat disuling menjadi minyak, digunakan untuk campuran parfum dan keperluan kosmetika seperti aromaterapi dan pengharum ruangan. Beberapa tetes esensi tersebut bila dibalurkan ke sekujur tubuh atau bak mandi, sungguh dapat menghilangkan rasa penat, membawa sensasi kesegeran baru setelah lelah seharian dihinggap rasa jemu.



Di Perancis ada sebuah hari yang dikhususkan bagi produsen memanen bunga lavender bernama Fete de la Lavender. Tetapi tahun ini lavender cenderung menghitam, di tingkah mentari yang kelebihan sinar, membuatnya gosong sebelum dirayakan.


Demikianpun di bukit bunga kami, beberapa meter dari parit, kelihatan perdu wangi ini berwarna keabuan. Sepadi tadi kami menguntingnya untuk ditata di meja. Selebihnya dimasukkan ke kantong dan wadah terbuka sebagai pengharum lemari pakaian sepanjang tahun. Saya masih memiliki setangkup Lavender dari sisa panen tahun lalu yang digantung dekat peraduan. Kerapkali, pancar wangi yang menyebar dihantar angin malam dari rangkum kuntum itu meninabobokan ragaku hingga fajar menjelang.

***********************************************

Wednesday, July 19, 2006

Menulis di bawah awan

Panas yang menyertai musim ini separuh mendidih.
Kemarin kulihat gelombang manusia dengan busana minimalis berhambur turun ke pantai atau mengunjungi tempat yang dianggap mamadai. Seiring bola angkasa yang loyal membagi sinar, sore dimana biasanya berbias jinggapun, jeda mengintai.
Besar, kecil ataupun semampai memilih bersantai.

Saking gerahnya, sayapun keluar ruang untuk menyongsong senja datang,
menggeser kursi ke arah yang lebih teduh di pinggir kolam renang.
Gemercik air ditambah semilir sepoi angin memberi relaksasi.
Di buai alam yang belum temeram, di bawah bingkai biru langit dan keteduhan pohon palma yang memayungi taman, sejenak membuatku terlelap.

Dan lelap yang tak terencana itu, menerbangkanku pada serangkai mimpi. Ragaku seperti tengah bekerja mengecek beberapa data yang masih terlunta, dalam monoton dan jenuh saya kedatangan seorang tamu. Sepertinya sayapun belum pernah mengenal rupa orang itu. Tapi ia berjanji akan membantu seluruh kesulitanku bila saya menuliskannya.

Ahh..serasa merona rasa hati,
bahkan dalam sebuah mimpi,
saya merasa takut kalau cuma diuji
Biar kumohon saja sesuatu yang mengandung misi

sayapun menulis,
menguratkan semua yang tidak berhubungan langsung denganku,
tapi berguna bagiku dan sesamaku,

bolehkan saya meminta damai,
bolehkan saya meminta tidak ada lagi bencana,
bolehkan saya berharap tak ada penjajahan,
bolehkan saya ……, bolehkah…, bolehkah……boleh.

Dan tanganku terus bergerak, berpikir, entah berapa banyak permohonan telah kuukir, pada lembar awan setelah pelangi menyingkir.
Ketika tersadar, kudapati bulan hampir berpendar.

Ya Tuhan, andai dirimu adalah tamu dalam buai barusan
Kabulkanlah pinta hamba
Kembalikan taman firdaus ke dunia
Seperti engkau pernah menwujudkannya
Kala Adam dan Hawa belum berlumur dosa.

********************************

Monday, July 17, 2006

Sambasunda

Dengan hati berbunga bunga dan rasa bangga yang masih melekat, hari ini ingin kupersembahkan sebuah berita bahagia. Meskipun kebahagiaan ini serasa kurang lengkap karena komputerku yang syah terserang virus sehingga tidak memungkinkan saya menghadirkan liputan yang sudah disusun berikut gambar pelengkap peristiwa.

Kabar bahagia itu datang dari group musik sambasunda, yang baru saja dengan sukses mengajak pengunjung berjaipong di kota kecil ini tanggal 12 Juli lalu.

Saudara saudaraku yang berbahagia, mari kita simak kilas baliknya.

Saya mengetahui konser ini dari buku panduan lokal yang diterbitkan balai kota Arles.
Harga tiket dua belas euro per orang ( separoh biayanya disponsori oleh Arte Tivi ). Didasari rasa nasionalisme tinggi, dan khawatir sepi pengunjung, maka saya giat memaksa sejumlah teman ikut menonton. Setelah mendapat parkir, saya masih rajin menelpon sana sini, demi menambah jumlah pasukan tentunya dan kalo kalo mereka juga lagi sempat.

Malam itu cafetaria atau lebih tepat menurutku warung pinggir jalan di depan Théâtre Antique, dipenuhi pengunjung . Karena sudah makan, kami memilih duduk di bebatuan sambil mengamati orang berlalu lalang.

Tepat pukul sembilan malam loket dibuka, dengan tertib para pengunjung yang belum memiliki karcis antri di barisan. Sesaat setelah mendapat karcis kamipun memasuki tempat pertunjukkan.

Arena ini terdiri dari batu berundak undak membentuk cekungan. Lengkung di tengah memungkinkan pengunjung unjuk kebolehan bergoyang. Menurutku tempat ini masih jauh kemegahannya dibandingkan Taman Ismail Marzuki atau Theater Taman Mini Indonesia Indah maupun Panggung Maxima Dunia Fantasi.

Clingak clinguk, tenggok kanan kiri, kok masih sepi sepi. Cepat cepat saya pasang etika sok akrab serta menunjukkan ramah tamah ciri khas Indoensia kepada penjaga gerbang belakang. Dalam hati berharap semoga diperbolehkan bersilahturami dengan saudara setanah air sebelum mereka naik panggung. Berbekal katabelece dari asosiasiku, akhirnya saya di kawal masuk hingga bisa mengucapkan kata selamat datang kepada mereka. Hanya lima menit, ambil photo bersama, terus saya diusung keluar.

Dan pemandangan di depanku berubah menakjubkan, batu berundak yang tadinya masih melompong, kini dibanjiri manusia. Sepuluh menit kemudian hingar bingar gamelan, kolintang, seruling, tamborin telah membahana. Irama gending segera akrab di pendengaranku meskipun dalam tetabuhan yang berbeda. Tampilnya seorang mojang ayu priangan dengan cengkok sunda, mengajak hadirin lengser ke tengah lapangan ikut menari.

Sayangnya saat melewati suguhan kelima, gerimis perlahan membesar. Telah pukul setengah sebelas malam ketika kami memutuskan pulang. Dengan rasa bangga yang belum pupus hingga hari ini kupersembahkan tulisan ini bagi Indonesiaku. Barangkali diantara kita belum tau siapa Sambasunda dengan musik tradisionalnya. Tapi melalui perbincangan yang singkat, saya tahu tahun ini mereka bakal melewatkan tiga bulan tour mengharumkan nama Indonesia kebeberapa negara belahan dunia.

Saya percaya apabila mas mas itu sempat membaca tulisan ini, akan segera mengenali sisca sebagai satu satunya penonton dari Indonesia di Perancis Selatan.
Kita setanah air, mas. Sisca bukan putri Jepang seperti yang mas mas duga.

*************************************

Friday, July 14, 2006

Madah Rindu

Kidung doa bersampul semangat ibarat kencana berkepak ganda
Dengan sekali hela, mampu menopangku keharibaan,
menambal relung resah, beralas hangat damba dan percik kasih sepenjuru.

Ya…saya kembali duduk di beranda, pada pondok Mimosa, siap bersenandung bersama seluruh penguasa jagat rasa. Bertukar kelakar, menyanyikan simfoni, melentingkan kisah kisah, melumpuhkan jarak dan partisi antara kita.

Terima kasih, atas seluruh persembahan elok demi nama persahabatan yang kalian kibarkan, sehingga pondok tetes kata ini mengkristal jadi gumpalan kalimat yang dirindui kaidahnya dan memiliki sertifikat kekerabatan.

Betapa ketulusan selalu mampu merogoh hati.
Itulah yang kurasakan ketika sesaat menepi
Tak lagi kuperlukan karun yang masih tertimbun di bawah bumi,
Karena tambang yang nyata sudah cukup melingkupi

Mari…
Pagari hatiku dari rasa angkuh
Penuhi dahagaku
Berilah inspirasi bagi lapar anganku
Dan bantulah diriku melayani tanpa beban

Yang kemudian kupelajari, bahasa cinta di satelit kita begitu sederhana. Hanya butuh kesediaan beberepa menit mematri nama sendiri, dengan ukiran bermotif kata kata nurani, untuk dikenang, dirindui dan dicari, ketika melangkah pergi.

********************************************